Bahaya Seorang Murid yang Melawan atau Mendendam Terhadap Gurunya

Berita Teraktual dan Terpercaya

(Photo Pak Wiwit Sulistyanto Saat Diwawancarai oleh Tim aspirasimasyarakat.com 15/09/2025)

Dalam tradisi keilmuan Islam, adab selalu mendahului ilmu. Para ulama tidak pernah menempatkan kecerdasan di atas akhlak, sebab keberkahan ilmu tidak hanya lahir dari banyaknya hafalan, tetapi dari hati yang tunduk dan hormat kepada guru. Di dunia pesantren atau sekolah, hubungan antara murid dan guru bukan sekedar hubungan antara pencari ilmu dan pemberi ilmu, melainkan ikatan ruhani antara murid dengan pewaris para nabi.

Namun, di zaman yang penuh ujian ini, banyak santri atau siswa yang mudah terpengaruh emosi, hingga berani menentang, meremehkan, bahkan menyimpan dendam terhadap gurunya. Padahal, dalam pandangan para ulama klasik, sikap semacam itu termasuk musibah besar dalam perjalanan menuntut ilmu, karena dapat menghapus berkah dan menutup pintu hidayah.

📖 1. Ilmu Tidak Berkah dari Guru yang Murka

Imam Burhānuddīn al-Zarnūjī dalam kitabnya yang masyhur Ta‘līm al-Muta‘allim Ṭarīq at-Ta‘allum menegaskan:

قال الإمام الزرنوجي رحمه الله:
«ينبغي للمتعلم أن يتأدب مع أستاذه، ولا يعانده، ولا يغضبه، فإن الله لا يبارك في علم يُؤخذ من مغضوبٍ عليه.»

“Seorang pelajar hendaknya beradab kepada gurunya, tidak membantahnya, dan tidak membuatnya marah, karena Allah tidak akan memberkahi ilmu yang diambil dari guru yang murka.”

📚 (Ta‘līm al-Muta‘allim, hlm. 16)

Inilah peringatan keras bagi setiap santri atau murid. Ilmu yang didapat dari guru yang hatinya tersakiti akan kehilangan keberkahan. Santri mungkin cerdas dan fasih berbicara, tetapi hatinya kosong dari nur ilmu.

📖 2. Menyakiti Guru Sama dengan Menyakiti Rasulullah ﷺ

Lebih jauh lagi, Imam Ibn Jamā‘ah dalam kitab Tadhkiratus Sāmi‘ wal Mutakallim menulis:

قال ابن جماعة رحمه الله:
«من آذى أستاذه فقد آذى رسول الله ﷺ، ومن آذى رسول الله ﷺ فقد آذى الله، ومن آذى الله فهو ملعون في الدنيا والآخرة.»

“Barang siapa menyakiti gurunya, maka sungguh ia telah menyakiti Rasulullah ﷺ. Dan siapa yang menyakiti Rasulullah ﷺ berarti telah menyakiti Allah, dan barang siapa menyakiti Allah, maka ia terlaknat di dunia dan akhirat.”

📚 (Tadhkiratus Sāmi‘ wal Mutakallim, hlm. 60)

Ungkapan ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan guru dalam Islam. Guru adalah waratsatul anbiya’ – pewaris para nabi. Maka melawan, menghina, atau mendendam kepada guru termasuk bentuk pelanggaran adab yang sangat berat di sisi Allah.

📖 3. Hilangnya Cahaya Ilmu karena Meremehkan Guru

Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihyā’ ‘Ulūmiddīn menulis dengan penuh hikmah:

قال الإمام الغزالي رحمه الله:
«فليعلم المتعلم أن نفعه في علمه بقدر تعظيمه لعلمه وتعظيمه لمعلمه، فمن استخفّ بمعلمه حُرم بركة العلم.»

“Seorang pelajar harus tahu bahwa manfaat ilmunya sebanding dengan pengagungannya terhadap ilmu dan terhadap gurunya. Barang siapa meremehkan gurunya, niscaya terhalang dari keberkahan ilmu.

📚 (Ihyā’ ‘Ulūmiddīn, juz 1, hlm. 61)

Imam al-Ghazali menegaskan bahwa adab adalah syarat diterimanya ilmu. Tanpa adab, ilmu hanya menjadi beban. Santri yang meremehkan gurunya tidak akan merasakan manisnya ilmu, sebaliknya ia akan hidup dalam kebingungan dan kesombongan.

🌙 Penutup & Kesimpulan

Adab terhadap guru bukan perkara kecil. Ia adalah cermin keikhlasan hati seorang penuntut ilmu. Melawan guru, membantah, atau mendendam kepadanya sama saja dengan menutup pintu keberkahan yang Allah bukakan melalui tangan guru tersebut.

Para ulama telah memperingatkan bahwa ilmu tanpa adab ibarat pohon tanpa akar — cepat tumbuh, tapi mudah tumbang. Maka, setiap santri hendaknya menjaga hatinya dari kebencian dan dendam kepada guru, sebab keridhaan guru adalah kunci ridha Allah.

🌿 “Barang siapa menuntut ilmu dengan hati yang bersih, niat yang tulus dan penuh hormat kepada guru, maka Allah akan membukakan baginya pintu-pintu hikmah yang tidak akan dibukakan bagi orang yang durhaka.”

Ditulis Oleh : Wiwit Sulistyanto, ST (Guru di SMKS Budi Dharma Dumai)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *