Dumai – Angka Rp 9.000 triliun memang terdengar sangat besar. Namun, menurut Purbaya Yudhi Sadewa selaku Menteri Keuangan, utang pemerintah pusat yang hingga Juni 2025 mencapai sekitar Rp 9.138,05 triliun dinilai masih dalam batas aman.
Dalam sebuah acara virtual Media Gathering APBN 2026 yang berlangsung di Bogor, Purbaya menyampaikan:
“Acuan utang bahaya besar atau enggak, tidak hanya dari nominal saja tetapi diperbandingkan dengan kondisi ekonomi. Rp 9.000-an triliun itu masih 39%-an dari PDB. Dari standar ukuran internasional masih aman.”
Kenapa angka “Rp 9.000 triliun” tidak langsung berarti bahaya?
Utang menjadi bermasalah jika dibandingkan dengan kemampuan ekonomi nasional, bukan hanya angka mutlak.
Untuk Indonesia, utang sekitar Rp 9.138 triliun itu setara dengan ± 39,86% dari PDB (per Juni 2025).
Bandingkan ke negara lain: beberapa negara maju punya rasio jauh lebih tinggi terhadap PDB. Purbaya menekankan bahwa standar internasional menunjukkan Indonesia masih berada di zona aman.
Perbedaan Dengan Utang Pribadi
Coba bayangkan: kalau Anda punya utang pribadi, Anda harus melunasi utang itu (atau ditanggung oleh warisan) ketika Anda sudah tidak bisa membayar lagi. Sedangkan untuk negara:
Negara terus hidup dan berjalan, tidak seperti individu yang punya “akhir kehidupan” tunggal.
Utang negara bukan berarti harus segera lunas sekaligus, melainkan harus dikelola dengan baik, agar pokok dan bunga dapat dibayar tepat waktu dan tidak membebani pertumbuhan ekonomi.
Maka, kalau ada yang bilang “Utang Rp 9.000 T itu bahaya!”, belum tentu alarm harus dibunyikan. Yang penting: apakah rasio dan penggunaannya masih terkendali
Catatan Penting
Walaupun masih aman, Purbaya juga menekankan bahwa utang baru harus digunakan untuk hal yang produktif semisal infrastruktur, pendidikan, kesehatan, yang bisa menambah daya saing dan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah berkomitmen agar rasio utang tetap di bawah batas aman yang sudah ditetapkan dalam undang-undang (yakni maksimal ± 60% dari PDB) dan menjaga defisit anggaran agar tidak melebar.
Bahasa Santai Agar Lebih “Nyambung”
Jadi begini : bayangkan negara kita seperti rumah besar yang punya banyak ruangan. Rumah itu pinjam uang untuk renovasi, perbaikan jalan masuk, serta mempercantik ruang utama supaya semua penghuni (masyarakat) merasa nyaman dan bisa berkembang. Utangnya banyak? Ya iya, tapi kalau rumah itu besar, penduduknya banyak, dan hasil dari renovasi itu bikin rumah makin baik, maka pinjamannya masih wajar. Tapi kalau pinjaman itu hanya untuk hal yang nggak jelas manfaatnya, atau rumahnya kecil tapi pinjamannya terlalu besar dibanding ukuran rumah, nah itu baru bikin was-was.
Semoga naskah ini membantu masyarakat untuk tidak panik, tetapi tetap ikut mengawasi agar utang negara dipakai dengan bijak dan memahami bahwa utang negara bukan seperti utang pribadi.
Penulis : Dawit












