Dumai – Unggahan penulis nasional Tere Liye di akun Facebook resminya kembali menuai kontroversi setelah ia menulis sindiran keras terhadap netizen yang dianggap membela Gubernur Riau Abdul Wahid, pasca penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam statusnya yang diunggah pada Ahad pagi (9/11), Tere Liye menulis kalimat berjudul “Ciri-Ciri Netizen TOLOL Budak Syahwat Politisi” yang berisi lima poin sindiran terhadap masyarakat yang dinilainya terlalu membela tokoh politik idolanya.
Ia menulis antara lain:
“Ciri-ciri Netizen TOLOL budak SYAHWAT politisi adalah: sibuk mengkritisi korupsi lain, tapi giliran idolanya yang ditangkap KPK dia marah. Sibuk kritis ke kelompok lain, tapi giliran kelompoknya tersandung kasus, dia ngamuk…”
Dalam bagian akhir tulisannya, Tere Liye secara tegas menyinggung masyarakat Riau yang masih membela gubernurnya dengan menulis:
“Semoga penduduk Riau yang masih tidak terima gubernurnya dibahas, wabil khusus jamaah tertentu yang kemakan endorse idolanya, yuk ngaca. Jika kamu tidak masuk poin di atas, kamu tidak tolol. Tapi jika kamu semakin baper, aduh, kamu betulan tolol!”
Unggahan tersebut segera memicu gelombang reaksi dari berbagai kalangan, khususnya warga Riau dan netizen yang mengikuti perkembangan kasus tersebut. Banyak pihak menilai bahwa pernyataan Tere Liye tidak mencerminkan kedewasaan berpikir, bahkan dianggap menyudutkan masyarakat yang mencoba bersikap kritis terhadap proses hukum.
Sejumlah komentar di media sosial menilai bahwa reaksi publik terhadap kasus Gubernur Riau bukanlah bentuk pembelaan membabi buta, melainkan asumsi wajar berdasarkan fakta yang ada.
“Kami bukan bela siapa-siapa, tapi kalau masyarakat melihat ada hal yang terasa janggal, wajar kalau muncul reaksi. Itu bukan tolol, itu bentuk kepekaan sosial,” tulis akun @wiwitsulistyanto di kolom komentar.
Warganet juga mengingatkan bahwa dalam negara demokrasi, masyarakat berhak mengkritisi jalannya penegakan hukum, selama tidak menuduh tanpa bukti. Karena itu, label “tolol” yang dilontarkan Tere Liye dianggap terlalu kasar dan kontraproduktif terhadap semangat berpikir kritis yang justru sedang tumbuh di kalangan publik.
Beberapa pemerhati komunikasi publik di Dumai juga menilai gaya komunikasi Tere Liye terlalu provokatif dan berpotensi memperuncing polarisasi sosial.
“Seharusnya tokoh publik mendorong dialog sehat, bukan melabeli masyarakat dengan kata-kata yang merendahkan,” ujar salah satu pemerhati komunikasi publik alumni Universitas Riau.
Dalam konteks yang lebih luas, opini masyarakat terhadap penangkapan Gubernur Riau masih sangat beragam. Namun para pengamat menilai bahwa asumsi publik yang berkembang tidak dapat serta-merta dianggap bodoh atau tidak rasional, karena lahir dari pengamatan terhadap fakta yang belum sepenuhnya terbuka.
Dengan demikian, pernyataan Tere Liye yang semestinya bisa menjadi ajakan refleksi justru menimbulkan kesan merendahkan dan menyinggung harga diri publik, terutama masyarakat Riau yang sedang mengikuti kasus tersebut dengan seksama.
Redaksi AspirasiMasyarakat.com menegaskan bahwa perbedaan pandangan adalah hal wajar dalam masyarakat demokratis. Namun demikian, setiap opini hendaknya disampaikan dengan etika, empati, dan penghargaan terhadap kecerdasan publik, bukan dengan bahasa yang menyinggung atau merendahkan.
Penulis : Dawit












